Sabtu, 31 Oktober 2009

SENANTIASA BERLINDUNGLAH KITA PADA ALLAH SWT.....

Hiruk pikuk suasana kulihat nun jauh disana Gempa memporak porandakan pemukiman. Kulihat juga mereka menangis, tangisan dari seorang anak yang kehilangan Ibu dan Bapaknya, begitu pula terdengar jeritan dari seorang Ibu yang mendapati putra dan putrinya sudah tidak bernafas lagi.

Tidak sedikit juga orang yang sekarang sudah tidak bisa merasakan nikmatnya berjalan, nikmatnya makan dengan mengunakan tangannya, atap rumah yang dulunya bersahabat melindungi tubuhnya dari sengatan teriknya Matahari dan derasnya guyuran air Hujan. Akhirnya atap rumah itu pun runtuh menimpa organ tubuh si pemilik rumah.

"Ya Allah, semoga mereka Ikhlas atas segala ketentuan-Mu dan semoga kematian, penderitaannya menjadi penggugur dosa, dan terima kasih Ya Allah kuucapkan dari ku sekeluarga atas keadaan kami saat ini, jadikan lah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai Bersyukur serta pandai memanfaatkan sisa waktu yang masih Engkau berikan saat ini" Aamiin.

Bencana Alam yang terjadi, ada yang mengatakan "Alam Murka", tidak kah seharusnya mereka berfikir bahwa sesungguhnya Alam tidak bisa berbuat apa-apa bila Sang Pemilik Alam, yaitu Allah tidak menyuruhnya untuk bergerak ?! Alam hanya sebuah media untuk Allah memberi peringatan pada Manusia. Berfikirlah bahwa semua kejadian itu atas kehendak-Nya dan kita dituntut untuk pandai mengambil Hikmah di balik dari Musibah yang terjadi.

Sadarkah kita bahwa setiap saat maut mengintai...

Sadarkah kita untuk selalu bersiap-siap diri dan mengumpulkan banyak bekal...

Sadarkah kita bahwa hanya orang-orang beriman yang beramal sholeh dengan ikhlas lah yang akan mendapat ridho-Nya...

Sekian tahun yang lalu tak pernah terfikir olehku Indonesia akan menjadi negara Rawan Gempa, tetapi belakangan ini terjadi di Aceh, di Jogja, di Tasik dan baru-baru ini di Ranah minang "Padang" telah diguncang Gempa. Terbayang di benakku, ada sebuah kekhawatiran bila suatu hari daerah yang kudiami sekarang ini diguncang Gempa juga...sejenak ku tertegun untuk menghentikan bayang-bayang kekhawatiran itu, serasa bayang-bayang itu membuat mencekam. Tapi ku berfikir, aku harus berani menghadapi segala kenyataan hidup dengan terus berlindung pada Allah S.W.T.

Seraya kuberdo'a, "Ya Allah, ku tau bahwa semua yang kumiliki ini sebenarnya bukan milikku tapi ini semua hanya titipan dari-Mu, kuatkanlah diriku Ya Rabb...bila semua ini nantinya akan Kau ambil, aamiin".

"Dengan keadaan seperti itu entah kenapa tiba-tiba rasa sayangku kian bertambah pada keluarga. Seperti biasanya sore hari selepas kerja, ku ketuk pintu rumah dengan ketukan yang berirama dengan mengucap Salam, kulangkahkan kaki kananku masuk ke ruang depan, kali ini suasana ku buat lebih riang dari biasanya, bersenda gurau dengan jagoan kecilku dan kusapa lembut Wanita yang kucintai setelah Ibuku, sengaja kuciptakan suasana seperti itu karena siapa tau esok pagi atau malam gempa memisahkan kami".

"Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari segala bencana, Rabbanaa walaa tuhammilnaa maa laa thaaqata lanaa bihi wau'fu 'annaa waighfir lanaa warhamnaa anta mawlaanaa faunshurnaa 'alaa alqawmi alkaafiriin" Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Mari kita mulai memperbaiki dan membuat suasana rumah menjadi lebih baik...

Mari mulai melembutkan hati untuk bisa menyapa keluarga dengan kasih sayang...

Mari mulai berusaha mentolerir masalah kecil yang mereka lakukan pada kita...

"Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang"

APABILA BUMI BERGONCANG DAHSYAT.....

Gempa dahsyat menggoncang Sumatera-Barat. Dalam sekejap korban banyak yang berjatuhan, ribuan rumah hancur dan mengalami rusak berat, sanak keluarga terpisah, semua yang telah dikumpulkan sekian tahun dalam hitungan detik tidak lagi tersisa, dan orang-orang yang dicintai tewas dalam seketika. Betapa malapetaka ini telah meluluhlantakkan semua yang ada dalam hitungan detik.

Sungguh dunia ini hanya sesaat, tak ada yang kekal padanya, dan kematian datang begitu cepat, lebih cepat dari dugaan manusia.

Namun, seberapa banyakkah kita menyadari akan hal ini? Seberapa banyakkah kita mau me-muhasabahi diri atas musibah yang terjadi? Masihkah kita hanyut dalam kesenangan yang tak bertepi, dalam kubangan hawa nafsu dan bisikan setan, dalam lingkaran dosa dan maksiat?

Tidakkah kita menyadari akan datangnya hari kiamat, hari yang begitu dahsyat, yang Allah Swt sendri telah menggambarkan dalam banyak ayat di al-Aqur`an sebagai hari yang sangat menakutkan.

Dan kini, semua telah musnah, jika kecintaan pada dunia begitu terhujam kuat dalam hati, orang-orang tersebut akan stress dan mengalami trauma berat tatkala menghadapi berbagai musibah yang menimpa mereka.

Apa yang lagi bisa dibanggakan, rumah mewah yang telah dibangun sekian tahun, kini telah roboh, anak-anak yang menawan hati, telah mati dihimpit reruntuhan, suami dan istri yang selama ini menjadi tempat bergantung dan mengadu, kini telah pergi untuk selamanya, sanak saudara, karib kerabat, dan semuanya tak lagi ada, semua sudah musnah. Begitulah hakekat dunia, tidak ada yang kekal padanya.

Karenanya, orang-orang yang lebih cinta pada dunia ini daripada akhirat, alangkah sedih dan dalamnya duka itu melanda jiwa mereka, adapun orang-orang yang lebih besar kecintaan mereka pada akhirat dan kecintaan pada Allah Swt, mereka akan tetap tegar, iman mereka akan semakin kokoh dan semua itu tidak mengurangi keyakinan mereka pada Allah Swt.

Bila kita bandingkan, tentu gempa yang mengguncang Sumatera Barat dan sekitarnya belumlah seberapa jika dibandingkan dengan kedahsyatan hari kiamat.

Allah Swt berfirman, "Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat. Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandungnya). Dan manusia bertanya, "Apa yang terjadi pada bumi ini?". Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya. Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) padanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya. Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. (QS Az-Zilzal [99]: 1-8)

Allah Swt juga menyebutkan gambaran kondisi hebat yang dihadapi manusia tatkala hari kiamat datang, diantaranya dalam surat al-Qari`ah yang berbunyi :

"Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Dan tahukah kamu apa hari kiamat itu? Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan. Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Maka adapun orang yang berat timbangan kebaikannya. Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan kebaikannya. Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka hawiyah itu? Yaitu api yang sangat panas." (QS Al-Qari`ah[101] : 1- 11)

Dan hari kiamat, tidak ada satupun yang tahu kapan datangnya, sampai Rasulullah Saw sendiri pun tidak mengetahuinya, Allah Swt menjelaskan tentang hal ini, "Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya ada pada Allah. Dan aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan." (QS Al-Mulk[67] : 26)

Hari kiamat dan kematian, siapa yang bisa mengetahui kapan datangnya? Tak satupun di jagat raya ini yang mengetahui bila saat kiamat dan kematian itu tiba. Yang pasti, jagat raya ini akan musnah dan setiap yang berjiwa akan merasakan mati, hanya Allah yang maha hidup dan maha kekal.

Setiap orang punya kondisi yang beragam ketika menghadapi sakaratul maut. Ada yang begitu mudahnya melafazkan kalimat syahadat diiringi senyum mengembang di wajahnya. Ada yang begitu sulit untuk melafazkan kalimat tersebut. Sebagian ada yang meninggal tatkala shalat, berpuasa, sebagian lain ada yang meninggal ketika berjudi, berzina, meminum khamar, dstnya.

Dan, tempat kematian juga beragam, ada yang meninggal di jalanan ditabrak mobil, di atas kasur, di medan jihad, sedang berhura-hura, dalam kemaksiatan atau dalam ketaatan.

Sungguh beruntung orang yang meninggalkan dunia, sedang ia beribadah dan dalam ketaatan pada Allah Swt, dan alangkah merugi dan sengsaranya kelak, ia yang meninggal dalam kemaksiatan, kelak ia akan bertemu dengan Allah Swt dalam keadaan Allah murka padanya.

Dunia sudah semakin tua, ia tampak secara kasat mata makin indah, makin menarik pandangan mata dan hati, tapi pada hakekatnya, masa kehancurannya pun kian dekat.

Hal ini telah diisyaratkan Rasulullah Saw jauh-jauh hari sebelumnya,

Dari Abdullah bin Hiwalah r.a berkata : Rasulullah saw. meletakkan tangannya di atas kepalaku lalu beliau bersabda, "Wahai Ibnu Hiwalah, Apabila engkau melihat khilafah kenabian telah sampai ke tanah Syam maka telah dekatlah terjadinya gempa-gempa, masa-masa kesusahan dan kegundahan, serta perkara-perkara besar, dan hari kiamat pada saat itu lebih dekat kepada manusia dari tanganku terhadap kepalamu. (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Daud, dan Hakim)

Dari Salamah bin Nufail As-Sukuni berkata, Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya aku tidak akan lama lagi tinggal bersama kalian, dan kalian juga tidak akan lama lagi tinggal setelah ku, kelak kalian akan datang menemuiku dalam keadaan saling berselisih, sebagian kalian membinasakan sebagian yang lain, menjelang tibanya hari kiamat akan terjadi kematian yang banyak dan setelah itu adalah tahun-tahun penuh gempa." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dll)

Seharusnya orang-orang tidak lagi menyibukkan pikiran, hati, perbuatan mereka untuk mencari dan membangun dunia semata yang setiap saat bisa hancur seketika, dan lupa pada akhirat. Tapi merubah cara pandang hidup, bahwa dunia ini hanyalah sesaat, sangat sebentar. Ia adalah sebuah persinggahan menuju kehidupan abadi di akhirat nanti, ia merupakan ladang amal untuk bekal di akhirat kelak.

Apa yang telah dikumpulkan sekian tahun dari harta, istri yang cantik yang dimiliki, anak-anak yang menawan, harta yang berlimpah ruah, rumah-rumah megah seperti istana, dllnya, tidak lagi berguna tatkala kematian datang, tatkala goncangan hebat mengguncang dan melenyapkan semua yang ada. Yang hanya bermanfaat saat kematian adalah iman dan amal soleh yang dikerjakan selama hidup di dunia.

Ketika hati lebih cinta pada bapak-ibu, anak-anak, saudara-saudara, istri, keluarga, harta kekayaan, perniagaaan, rumah-rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya, daripada cinta pada Allah, Rasul dan berjuangan di jalan-Nya, maka tunggulah saatnya Allah memberikan keputusan-Nya. Semua itu hanya sebentar, hanya Allah Swt yang maha kekal, dan kehidupan di akhirat adalah lebih baik dan kehidupan yang sebenarnya.

Ketika kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya begitu terhujam dan teguh dalam hati, hilanglah segala kesedihan dan ketakutan, tumbuh dan bermekaranlah benih-benih tawakal, hati akan selalu dalam keadaan ridho akan ketentuan-Nya, sabar menghadapi musibah, qana`ah dengan pemberian-Nya, dan selalu siap sedia menghadapi segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Tidak bersedih pada apa yang telah berlalu, dan tidak merasa takut dengan apa yang akan terjadi.

Semuanya dan sepenuhnya telah diserahkan pada Allah, Tuhan yang maha kuasa, maha berkehendak atas segala sesuatu, tuhan yang maha pengasih dan penyayang pada hamba-hamba-Nya. Tuhan yang maha tahu, maha adil dan maha bijaksana. Tidak ada satupun di jagat raya ini yang sanggup menghalangi kehendak-Nya, Ia maha berkehandak dan maha perkasa.

Semoga mereka yang selamat dan kita yang masih diberi kesempatan hidup, bisa mengambil banyak pelajaran berharga dari musibah ini, sehingga kesempatan hidup yang Allah berikan dapat kita pergunakan sebagaimana mestinya, untuk beribadah pada Allah, meninggalkan dosa dan maksiat, tobat nasuha, memperbaharui niat dan tujuan hidup, dan memperbaiki diri sebelum semuanya terlambat. Adapun yang telah meninggal, semoga itu adalah rahmat dan ampunan dari Allah untuk menghapus dosa-dosa mereka selama di dunia, sehingga jika masih diberi kesempatan hidup, mungkin akan mereka habiskan untuk kemaksiatan pada Allah Swt. Wallahu a`lam bish-shawab.

BELAJAR MENGATUR EMOSI DARI NYAMUK.....

Selelepas Isya, ketika duduk diruang tamu dan berbincang-bincang dengan putri saya yang berumur 12 tahun, ketanangan saya dan putri saya terganggu dengan banyaknya nyamuk. Padahal berbincang-bincang akrab dirumah dengan putri saya sekarang ini menjadi suatu momen yang langka. Hanya dua atau tiga kali setahun. Yaitu ketika putri saya libur sekolah. Sudah menginjak tahun kedua putri saya bersekolah di“Islamic Boarding School” atau pondok pesantren dan baru pulang kerumah pada saat liburan semester atau libur lebaran. Jadi, Libur sepuluh hari dirumah menjadi waktu sangat berharga buat kami. Kebiasaan berdiskusi selepas isya adalah kebiasaan saya dan putri saya sejak dia mulai bisa bicara. Bicara selayaknya ayah dan anak, seperti sahabat, seperti guru dan murid, dan juga berdebat. Alhamdulillah kebiasaan ini menjadikan anak saya tumbuh cerdas dan berwawasan luas.

Sore itu nyamuk begitu banyak, lebih banyak dari biasanya. Sejak siang pintu depan memang sering dibuka agar udara segar bisa masuk. Rumah kami tidak ber-AC. Untuk membuat sejuk saya menanam banyak pohon dan menghiasi depan rumah dengan pot gantung. Mungkin pepohonan yang rimbun dibagian depan rumah menjadikan rumah kami sejuk sehingga jadi tempat yang nyaman bagi nyamuk. Saya memilih tetap sejuk dan banyak pohon walaupun banyak nyamuk daripada gersang tapi nyamuk tetap saja banyak. Selain itu, sejuk tanpa AC jelas menghemat listrik.

Raket nyamuk, belum di-recharge sehingga baterainya lemah dan tidak bisa digunakan. Obat nyamuk gosok habis. Jadi biarlah banyak nyamuk sore ini, nanti jika mau tidur baru disemprot.

Ada hal yang menarik, ketika kami sibuk menepuk nyamuk-nyamuk yang coba-coba menempel ditangan kami. Ketika akan ditepuk dan tangan mulai diarahkan dan rasa gemas atau emosi menyatu untuk segera menepak nyamuk, tiba-tiba nyamuk dengan cepat terbang menyelamatkan diri. Begitu berulaang-ulang. Putri sayapun saya perhatikan mengalami hal yang sama. Saya jadi tertarik, dan berfikir dalam.

Apakah nyamuk memiliki sensitifitas terhadap emosi saya atau karena ia merasakan gerakan saya yang akan menepuknya?.

Kemudian saya mencoba cara lain, saya membiarkan lengan saya dihinggapi nyamuk. Saya memasang strategi dengan diam dan tidak ada gerakan sedikitpun, tangan kiri dibiarkan digigit nyamuk dan tangan kanan dipersiapkan untuk menepuk secepat kilat. Lalu dengan emosi yang meninggi dan perasaan gemas, dendam dan nafsu ingin membunuh nyamuk tersebut, sayapun mulai berniat menyiapkan tangan saya untuk menepuknya secepat mungkin sehingga nyamuk tak bisa mengelak. Namun hasilnya mencengangkan, ketika emosi dan rasa ingin membunuh memenuhi perasaan, nyamuk sudah keburu terbang, tepukan belum lagi dilayangkan, bahkan tangan yang akan digunakan belum lagi deigerakkan. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali.

Saya semakin tertarik mengamati tingkah nyamuk-nyamuk itu. Kemudian mencoba strategi baru. Mengambil waktu agak lama saya mencoba menenangkan diri, mengatur emosi layaknya orang bermeditasi. Tak ada rasa marah, tak ada emosi, apalagi rasa kesal dan dendam untuk membunuh mahluk kecil itu. Wajah terpaksa disenyum-senyumkan agar hati menjadi segar. Perasaan datar saja, tepukanpun tidak mengerahkan tenaga, namun tetap berusaha agar mendapatkan kecepatan yang wajar. Hanya seperti layaknya menggerakkan tangan kearah lengan. Nyamuk yang menempel ditangan dianggap tidak ada. Dan anehnya, nyamuk diam saja dan rela mati terkena tepukan yang tidak seberapa cepat apalagi kuat. Saya coba beberapa kali, ternyata berlaku sama.
Sayapun mencoba untuk menepuk nyamuk yang menempel di sofa. Bila menepuk dengan emosi nyamuk terbang, menepuk dengan santai nyamuk diam, walaupun sesekali tetap terbang karena gerakan badan saya terlalu berlebihan. Saya mencoba pula menepuk nyamuk yang hinggap dikaki putri saya dengan dua metode tersebut. Rata-rata menghasilkan kesimpulan yang sama.

Hal tersebut saya informasikan ke putri saya, dan dia melakukan percobaan dua metode tersebut dan ternyata hasilnya rata-rata sama.

Wajah yang bengis, penuh kebencian, amarah, emosi, dendan dan niat menghancurkan ternyata sangat tidak disukai oleh nyamuk.

Ironis,
Dalam kehidupan nyata, banyak sekali kita menemukan manusia yang menampilkan wajah penuh amarah, bengis, hati emosi dan dipenuhi kebencian, kata-kata kasar dan tidak sopan. Dikantor banyak Bos memaki anak buah, dirumah banyak pembantu dimaki dan disiksa majikan, dijalan banyak orang saling sumpah serapah karena berkendaran tak mengindahkan aturan, para demonstran memaki pemerintah, dan seterusnya. Bahkan dalam kehidupan beragama pun tak lepas dari sifat itu, Suni memaki syiah, syiah memaki suni, dan seterusnya. Bahkan ada yang sangat destruktif. Orang-orang berperangai buruk tersebut bukan saja dibenci oleh nyamuk, bahkan manusia lainpun tentu akan membencinya. Kebencianpun menyebar kemana-mana. Kehidupan Islami yang rukun dan damai jadi tinggal teori.

Saya jadi ingat surah dalam Al-Quran. Dalam kitab suci Alquran, Allah SWT menegur Nabi Muhammad SAW karena Nabi menampilkan muka masam dan berpaling ketika seorang buta datang kepadanya. Bahkan hal tersebut diabadikan menjadi nama Surah, yaitu surah ’Abasa. QS:80. ”Ia Bermuka Masam”.

Karena sudah merupakan ketentuan Allah bahwa setiap suatu hal yang disebutkan didalam alquran adalah suatu yang penting dan wajib dikaji atau disimak dengan baik, dikaji dari berbagai hal, maka ”Bermuka Masam” pun adalah suatu hal yang penting. Sama pentingnya seperti hal-hal lain yang ditulis didalam Al-Quran seperti mengenai, keimanan, sholat, puasa, zakat. Atau sama pentingnya untuk dikaji seperti halnya Baja/besi yang disebut dalam surah al Hadid, lebah, dan semut, dan lain-lain. Menampilkan muka masam dilarang oleh Allah, bahkan Allah SWT menegur orang yang berlaku tersebut, termasuk Nabi, yang merupakan hamba dan Rasulnya yang mulia. Namun jarang sekali ini dibahas secara ilmiah, para ulama pun kabanyakan hanya membahas soal ibadah seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Dan banyak yang terlalu bersemangat mengkaji masalah jihad sehingga masalah bermuka masam dan pengaruhnya terhadap nyamuk tak terkaji secara dalam dan detail.

Nyamuk mengajarkan saya dan keluarga, bahwa nyamuk yang tak suka wajah beringas, dengan hati emosi penuh nafsu membunuh dan hasrat ingin menghancurkan. Nyamukpun mengantarkan saya pada surah ’Abasa. Jangan bermuka masam! Apalagi berkata kasar, berpenampilan sangar, bengis dan hati penuh dendam dan kebencian, apalagi nafsu ingin menghancurkan. Nauzubillah.

Dan, barangkali para teroris harus mengkaji ulang pemahaman mereka akan sifat destruktif pada diri mereka. Karena nyamuk saja pasti benci, apalagi korban teror dan keluarganya yang menderita serta masyarakat umum yang tak berdosa.

KEMATIAN ADALAH PASTI, BERSIAPLAH.....

KEMATIAN ADALAH PASTI, BERSIAPLAH

Pujangga pernah berkata; “Allah swt. telah menetapkan umur kehidupan di pentas bumi bagi seluruh makhluk. Siapapun tidak dapat menambah atau mengurangi jatahnya. Kehidupan Anda adalah tarikan nafas yang terhitung jumlahnya. Setiap berlalu sekali tarikan, terkurangi pula bilangannya. Kematian adalah pintu, setiap orang pasti melaluinya. Sungguh gaib apa yang terdapat di belakang pintu itu.”

Genap sebulan keberadaanku di tanah air. Medan, nama yang selalu kubayangkan semasa belajar di negeri orang. Enam tahun lamanya aku berpisah, dan sekarang aku kembali ke kota kelahiranku, tempat aku bermain dan dibesarkan. Sungguh kerinduanku sangat mendalam, tatkala melihat orang-orang kucintai, ada dihadapan. Tiga orang adik yang sudah besar-besar dan dua orang tua yang kian bertambah usia.

Enam tahun, adalah waktu yang cukup lama dan pasti banyak yang berubah. Si bungsu, dulu semasa keberangkatanku menuju Mesir, ia kutinggalkan masih SD, dan sekarang sudah ‘Aliyah (SLTA). Tinggi badannya pun melebihiku.

Kalau tadi si Kecil, di sisi lain kulihat bapakku yang kian menua. Guratan lelah yang mengukir di wajahnya, tubuh yang dulu gemuk kian menyusut, adalah bukti pergulatannya dengan masa. Namun, ya begitulah. Kebahagian itu membuncah sebab kehadiranku sebagai anak tertua melengkapi suasana ramadhan, meskipun di ujung penghabisan. Ya, aku tiba lima hari sebelum hari kemenangan itu datang. Sehingga hadirnya diriku di tengah keluarga, seolah mengisi kekosongan keceriaan yang sempat hilang selama enam tahun silam.

Kebahagian itu memang indah. Penuh canda dan tawa. Suka cita dan riak soraya saling bersahutan, mengenang masa lalu yang pernah ada. Kisah dan cerita pun diadu, mengenang bagaimana kami dahulu. Namun, seketika di tengah masa-masa keceriaan itu, kata-kata bapak begitu menghenyuhkan perasaanku. Tengah bergegas berangkat ke tempat kerjanya, Bapak berpesan agar aku ziarah ke makam nenek. Nenek yang selalu memanggilku dengan sebutan kecil Didon, dulu begitu menyayangiku. Hingga keberangkatanku, ia sempat mengantarkanku dengan doa.

Nenek meninggal dunia setelah kepulangannya dari tanah suci. Sedari berangkat menuju baitullah, nenek sudah sakit-sakitan. Berbagai obatpun dikonsumsi agar tubuhnya tetap sehat dan memungkinkan ia berangkat ke tanah suci. Beberapa kali ia juga sempat dibawa ke rumah sakit. Setelah melalui perawatan intensif, akhirnya pada saat berangkat, pihak kesehatan haji, mengizinkannya untuk terbang ke kota kelahiran nabi Muhammad tersebut.

Sebulan berlalu, jemaah kembali ke tanah air. Dan rombongan jemaah haji itupun bersama dengan nenek. Selang beberapa hari tiba di tanah air, ia kembali dilarikan ke rumah sakit. Sewaktu dirawat, aku yang ketika itu masih di negeri seribu menara, sering menghubunginnya. Masih terngiang di telinga ketika ia memintakanku membaca beberapa ayat al quran. Walau hanya melalui telepon, kubacakan ayat-ayat itu di telingannya. Hingga lepas bacaan itu kuperdengarkan, kami sempat bercengkrama. Dan tawanya pun terdengar disambut oleh tawa kecil famili yang tengah berada di ruang rawat tersebut. Itulah akhir aku mendengar suaranya. Karena ia dipanggil Allah, pada tahun akhirku belajar di universitas Al azhar.

Ya, berziarah kekuburan nenek memang sudah seharusnya. Itu bukan sekedar tanda hormatku, tapi lebih dari itu. Tradisinya, kita di Indonesia berziarah ketika memasuki bulan ramadhan. Tapi, bagiku meski sudah di bulan Syawal, dan bertepatan awal kedatanganku kembali di tanah air, maka sebagai yang muda haruslah menaruh hormat kepada yang lebih tua.

Kematian itu pasti adanya, setidaknya perintah ziarah kubur yang dianjurkan oleh rasul kepada kita bertujuan agar kita lebih mengingat mati. Cukuplah kematian itu menjadi pelajaran bagi kita. Karena mengingat mati bisa menyadarkan kita kembali. Untuk apa kita diciptakan dan bila-bila masanya, kita akan kembali pada zat yang Maha Menciptakan.

Satu ketika, salah seorang teman pernah bercanda kepada saya. Saat kami melintasi kompleks perumahan, ia sontak berkomentar; inilah perkampungan masa depan kita. Ujarnya tanpa menunjuk arah mana yang dimaksud. Saya kira, ia ingin menunjukkan bahwa kompleks perumahan itu adalah contoh tempat tinggal yang ideal untuk kami diami. Tapi, ternyata bukan. Lihat susunan nisan itu, tertata rapih berbaris menjadi saksi bisu terhadap kemegahan rumah-rumah yang berada tidak jauh darinya. Ujarnya sambil menatap areal pemakaman depan kompleks perumahan.

Assalamu’alaikum ya ahlal qubur wa nahnu insya allahu lahiqun, Keselamatan atas kamu semua wahai penghuni qubur, dan kami insya allah akan menyusul. Beginilah doa yang dianjurkan bagi kita ketika memasuki pemakaman. Ini artinya apa, bahwa kematian adalah isyarat bagi kita untuk bersiap-siap menuju satu fase kehidupan yang disebut alam barzakh. Inilah mengapa berziarah itu di anjurkan. Dan bukan orang yang telah terkubur, adalah seluruh jiwa raganya telah tiada. Tidak, bahkan jiwanya senantiasa hidup dan itulah yang akan dikembalikan menghadap Allah.

Dalam salah satu khutbahnya, Sayyidina Ali berkata: “Maut bagaikan hanya keniscayaan bagi selain kita. Hak di dunia ini bagaikan hanya wajib terhadap selain diri kita. Ketika kita mengantar jenazah, kita bagaikan mengantar siapa yang segera akan kembali menemui kita. Kita meletakkan mereka di kuburan mereka, kita makan warisan mereka, bagaikan kita akan kekal selama-lamanya. Kita telah melupakan semua peringatan, dan merasa aman dari semua petaka, padahal kita hanya bertamu di dunia ini, dan apa yang kita miliki hanya pinjaman yang harus dikembalikan.”
Allah swt berfirman: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.. (QS:4:78)

Bersiaplah, dan sebaik-sebaik persiapan untuk satu ini adalah taqwa.

Jumat, 30 Oktober 2009

Dibalik Kesulitan ada Kemudahan

Mengutip ayat Al-Qur’an Surat Alam Nasyrah 5-6: “Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan”. Ayat tersebut menjadi inspirasi dikala kesulitan menghadang.

Sebagai PNS yang tugas utamanya mengabdi negara, kesulitan menjadi hal biasa dalam menjalani hidup sehari-hari. Seringkali gaji dan honor hanya cukup untuk sampai tengah bulan, akhir bulan mulai cari utangan sana sini. Namun alhamdulillah, selalu saja ada kemudahan di kala masa sulit melanda.

Pernah suatu ketika, uang tinggal dua ribu rupiah, padahal tanggal baru menunjukkan angka 15, artinya baru setengah bulan. “Mau makan apa kita bun?”, tanyaku pada istri tercinta. “Masih ada sih telor beberapa, dan nasi dua literan lah, cukup sih buat 3-4 hari”, jawab istri. Petunjuk bensin di motor tinggal sepertiga, artinya cuma cukup buat 2 hari ngantor. Kebetulan kantorku hanya berjarak 7 km, jadi PP 14 km per hari. Dengan sedikit harap-harap cemas, aku berangkat ke kantor. Sesampai di kantor, apel pagi seperti biasa, lalu masuk kantor dengan wajah sedikit kusut.

Sedang enak-enaknya mengetik, tiba-tiba aku dipanggil. “Pak, tolong nih tandatangani, ada rapelan honor sedikit buat Bapak dari pekerjaan bulan lalu”, seorang staf TU menghampiri sekaligus menyodorkan berkas untuk ditandatangani. Selesai teken, dia menyodorkan amplop berisi honor yang memang belum dibayarkan. Biasanya memang selalu dirapel, tetapi kerapkali jadwal pembagiannya sering tidak jelas, kadang awal bulan, kadang sudah dua bulan lebih belum keluar, kadang bahkan gak jelas entah kemana!!! Kadang-kadang cuma suruh teken, tapi honornya sudah hilang tak tentu rimbanya. Alhamdulillah, kali ini besarnya lumayan, cukuplah untuk hidup sampai akhir bulan.

Lain waktu, musim kemarau tiba. Air mulai menyusut, termasuk yang mengalir ke rumahku. Biasanya bak air sudah penuh dalam satu jam, kali ini hampir tiga jam baru penuh. Bahkan terakhir malah tidak ada air sama sekali sampai mesin panas dan nyaris terbakar. Langsung saja kupanggil tukang gali ke rumah untuk mencari sumber air baru. “Berapa biayanya Pak?”, tanyaku. “Yah, enam ratus ribu deh, dah sama pipa dan ongkos gali”, jawab sang tukang gali enteng. Duk!! Seperti ada yang memukul kepalaku. Betapa tidak, uang di tabungan dan di kantong tinggal 650 ribu, lagi-lagi tanggal belum mencapai angka 13. Pikir-pikir sejenak,”Ya sudahlah Pak, tolong kerjakan sekarang ya, gak enak sama tetangga minta air terus-terusan”, jawabku spontan. Ya Alloh, semoga amal baik kita bisa membantu memecahkan persoalan ini.

Penggalian telah selesai, airpun mulai mengucur, dan tabungan terkuras untuk membayar tukang, bahkan minta dilebihkan duapuluh ribu, alasannya harga pipa naik. Hmmm, uang tinggal sepuluh ribu, karena aku juga harus menyiapkan makan dan rokok para tukang tersebut. Habis sudah, tinggal cari utangan kanan kiri nih, pikirku.

Seminggu berlalu, belum ada juga tanda-tanda bakal keluar uang, sementara cadangan makanan mulai menipis, dan pinjaman harus segera dilunasi. Sudah malas rasanya kaki melangkah ke kantor, tapi kupaksakan juga menghela motor satu-satunya untuk berangkat. Sampai di kantor, ternyata sudah ada tamu menunggu. “Maaf Pak, saya baru sampai, ada apa?”, tanyaku. “Ini pak, ada titipan honor dari Bapak Amir (bukan nama sebenarnya: pen) sebagai tim teknis waktu pembahasan kemarin di kantor kami (Instansi lain: pen)”. Sekali lagi, Subhanalloh, sujud syukur begitu kubuka amplop titipan tadi. Hutang bisa terbayar, dan hidup aman sampai akhir bulan.

Oleh karena itu yakinlah, apabila kita dalam kesulitan, Alloh Yang Maha Kuasa akan selalu membantu hambaNya, selama hamba tersebut berbuat baik dan ikhlas tanpa pamrih apapun, serta tetap berupaya menjemput rezeki, mengutip ungkapan Aa Gym.